Bagi, Natsir, apakah semacam itu pendidikan kebaratan dan pendidikan ketimuran namanya, tidak menjadi soal. Timur kepunyaan Allah berarti Barat juga milik Allah. Sebagai mahluk yang bersifat hadist (baru) kedua-duanya— Barat Maupun Timur — mempunyai hal yang kurang baik dan hal baik. Mengandung beberapa kelebihan dan kekurangan.
Seorang pendidik Islam tidak usah
memperdalam-dalam dan memperbesar antagonisme (pertentangan) antara Barat dan
Timur. Islam hanya mengenal antagonisme antara hak dan bathil. Semua yang hak
akan dia terima, biarpun datangnya dari Barat. Semua yang bathil akan dia
singkirkan, walaupun datangnya dari Timur.
Sistem pendidikan yang diberikan barat yang
bersemangat efesiensi, supaya mendapat kemenangan dalam perlombaan hidup, tidak
akan ditolak oleh pendidik muslim, apalagi jika penolakan itu semata-mata
lantaran sifat kebaraannya itu. Sebab, Natsir mengingatkan, seorang hamba Allah
dilarang “melupakan nasibnya hidup di dunia ini”, dan dituntut mencemplungkan
diri dalam perjuangan hidup, dengan cara yang halal.
Sistem Timur yang memberi pendidikan terpisah
dari gelombang pergaulan, dan perjuangan manusia, meluluhkan dan mensucikan
kebatinan, tidak akan Kita terima semuanya, apalagi kalau alasan penenrimaan
itu hanya lantaran sifat ketimuran semata.
Buat hamba Allah, kata Natsir menutup
uraiannya, jasmani dan rohani, dunia dan akhirat, bukanlah dua barang yang
bertentangan yang harus dipisahkan; melainkan dua serangkai yang ahrus lengkap
melengkapi dan dilebur menjadi satu susunan yang harmonis dan seimbang.
Yang dinamakan pendidikan ialah satu pimpinan
jasmani dan rohani, yang menuju kepada kesempurnaan dan lengkapnya sifat-sifat
kemanusiaan dengan arti yang sesungguhnya. Pimpinan semacam ini sekurangnya
perlu kepada dua perkara. Pertama, satu tujuan yang tertentu tempat mengarahkan
pendidikan itu, dan kedua, satu asas tempat mendasarkan pendidikan.” M. Natsir
Sumber:
Buku Biografi Mohammad Natsir Kepribadian,
Pemikiran, dan Perjuangan
Comments
Post a Comment